Jumat, 05 Februari 2010

saham syriah

SAHAM SYARIAH DAN OBLIGASI SYARIAH

SAHAM SYARIAH

Saham juga dapat diartikan surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) dalam nominal ataupun persentase tertentu. Secara praktis instrumen saham belum didapati pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat (semoga Allah SWT ridha dan merahmati mereka semua). Pada masa Rasulullah SAW dan sahabat yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang riil seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan ( syirkah) pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya sekarang. Dengan demikian pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, bukti kepemilikan dan atau jual-beli atas sebuah aset hanya melalui mekanisme jual-beli biasa dan belum melalui Initial Public Offering dengan saham sebagai instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang mengadakan pertukaran barang dengan uang (jual-beli) dan pertukaran barang dengan barang atau barter .

Dikarenakan belum adanya nash atau teks Al Quran maupun Al Hadits yang menghukumi secara jelas dan pasti tentang keberadaan saham maka para ulama dan fuqaha kontemporer berusaha untuk menemukan rumusan kesimpulan hukum tersendiri untuk saham. Usaha tersebut lebih dikenal dengan istilah ijtihad, yaitu sebuah usaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan dan mengeluarkan hukum syariah yang belum dikemukakan secara jelas (Al Quran dan Al Hadits) dengan mengacu kepada sandaran dan dasar hukum yang diakui keabsahannya.

Para fuqaha kontemporer berselisih pendapat dalam memperlakukan saham dari aspek hukum (tahkim) khususnya dalam jual-beli. Ada sebagian mereka yang membolehkan transaksi jual-beli saham dan ada juga yang tidak membolehkan. Para fuqaha yang tidak membolehkan transaksi jual-beli saham memberikan beberapa argumentasi yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. ( 1) Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi (surat hutang) , di mana saham juga merupakan hutang perusahaan terhadap para investor yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual-beli hutang yang dilarang syariah.

2. (2) Banyaknya praktek jual-beli najasy di bursa efek

3. .(3) Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh seluruh pemegang saham.

4. (4) Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal pada waktu pendirian.

5. (5)Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung unsur haram sehingga menjadi haram semuanya.

6. (6) Transaksi jual-beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf).

7. (7) Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah) dalam jual-beli saham dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. karena salah satu syarat syahnya jual-beli adalah diketahuinya barang (ma'luumu al mabi').

8. (8) Nilai saham pada setiap tahunnya tidak bisa ditetapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan.

Sedangkan menurut fuqaha yang membolehkan jual-beli saham mengatakan bahwa saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk aset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut diantaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Qardhawi dalam kitabnya Fiqhu Zakah yang menyatakan bahwa jual-beli saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku. Aturan dan norma jual-beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual-beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek 'an taradhin, serta terhindar dari unsur maisIr , gharar,riba,haram,dhulm,ghisy, dan najasy.

Praktek ''penggorengan'' saham , merupakan transaksi yang dilarang secara syariah dalam dunia pasar modal. Selain hal-hal tersebut, konsep preferred stock atau saham istimewa juga cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat diterima secara konsep syariah, dua alasan tersebut adalah: (1)Adanya keuntungan tetap (pre-determinant revenue), yang dikategorikan oleh kalangan ulama sebagai riba.(2) Pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat perusahaan dilikuidasi. Karena hal tersebut dianggap mengandung unsur ketidakadilan.

Adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer ini tentang jual-beli saham semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual-beli saham. Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia No. 40/DSN-MUI/2003 telah memutuskan akan bolehnya jual-beli saham . Terkait saham-saham yang dapat dibeli investor terdapat dalam Jakarta Islamic Index (JII) yang dilakukan evaluasi setiap enam bulan sekali yaitu periode Januari-Juni dan Juli-Desember yang jumlah emitennya ada 30 emiten. Adapun proses seleksinya mencakup seleksi Syariah, kegiatan emiten atau perusahaan yang bertentangan dengan prinsip hukum syariah Islam tidak diperkenankan masuk dalam JII seperti : (a) Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. (b) Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.(c) Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.(d) Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta menyediakan barang-barang atau pun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

Selain itu sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam menentukan kriteria saham-saham emiten yang menjadi komponen dari pada Jakarta Islamic Index tersebut adalah : (1) Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 (tiga) bulan (kecuali bila termasuk di dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar.(2) Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90 % (sembilan puluh persen).(3) Memilih 60 (enam puluh) saham dari susunan di atas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.(4) Memilih 30 (tiga puluh) saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan selama satu tahun terakhir.

Dalam perkembangannya mulai tahun 2007 Bapepam Lembaga Keuangan sudah mengeluarkan Daftar Efek Syariah yang berisi emiten-emiten yang sahamnya sesuai dengan ketentuan syariah berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep- 325/Bl/2007 Tentang Daftar Efek Syariah tanggal 12 September 2007 yang berisi 174 saham syariah.

Adapun Indeks harga saham sendiri adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.

Dengan adanya indeks tesebut, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.

Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat 7 (tujuh) jenis indeks, antara lain:

  1. Indeks Individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
  2. Indeks Harga Saham Sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
  3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.
  4. Indeks LQ 45, yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
  5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index). JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
  1. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.
  2. Indeks KOMPAS 100. merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dengan proses penentuan sebagai berikut :
  1. Telah tercatat di BEJ minimal 3 bulan.
  2. Saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
  3. Berdasarkan pertimbangan faktor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkan saham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham.
  4. Masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekwensi transaksi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir.
  5. Dari sebanyak 150 saham tersebut, kemudian diperkecil jumlahnya menjadi 60 saham dengan mempertimbangkan nilai transaksi terbesar.
  6. Dari sebanyak 90 saham yang tersisa, kemudian dipilih sebnyak 40 saham dengan mempertimbangkan kinerja: hari transaksi dan frekwensi transaksi serta nilai kapitalisasi pasar di pasar reguler, dengan proses sebagai berikut :

    i. Dari 90 sisanya, akan dipilih 75 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler.
    ii. Dari 75 saham tersebut akan dipilih 60 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler.
    iii. Dari 60 saham tersebut akan dipilih 40 saham berdasarkan Kapitalisasi Pasar.
  7. Daftar 100 saham diperoleh dengan menambahkan daftar saham dari hasil perhitungan butir (e) ditambah dengan daftar saham hasil perhitungan butir
  8. Daftar saham yang masuk dalam KOMPAS 100 akan diperbaharui sekali dalam 6 bulan, atau tepatnya pada bulan Februari dan pada bulan Agustus.

OBLIGASI SYARIAH

Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal).

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat hutang yang dikelaurkan oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau persuahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan. Investasi dengan cara menerbitkan obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar dari produk perbankan. Keuntungan berinvestasi dengan cara menerbitkan obligasi akan memperboleh bunga dan kemungkinan adanyana capital gain (keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di Pasar Modal atau Bursa Efek).

Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Namun, berbeda dengan saham yang kepemilikannya menandakan pemilikan sebagaian dari suatu perusahaan yang menerbitkan usaha, obligasi menunjukkan utang dari penerbitnya. Dengan demikian, pemegang obligasi memiliki hak dan kedudukan sebagai kreditor dari penerbit obligasi. Obligasi merupakan instrumen utang jangka panjang, yang pada umumnya diterbitkan dalam jangka berkisar antara lima sampai sepuluh tahun lamanya. Ada juga yang jatuh tempo selama satu tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi, maka semakin diminati oleh investor karena dianggap resikonya kecil. Pada saat jatuh tempo, pihak penerbit obligasi berkewajiban untuk melunasi pokok investasi di dalam obligasi tersebut.

Adapun prinsip-prinsip obligasi syariah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 32/DSNMUI/ IX/2002 menjelaskan, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil / margin / fee, serta membayar kembali dana obligas pada saat jatuh tempo. Menurut Heru Sudarsono, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap sebagaimana yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan.

Produk-produk Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’, salam, dan murabahah. Tetapi diantara prinsip-prinsip instrumen obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan insturmen prinsip mudharabah dan ijarah.

Syarat-syarat untuk menerbitkan obligasi syariah adalah sebagai berikut:

1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidakbertentangan dengan substansi Fatwa No.20/DSNMUI/IV/2001.

2. Peringkat investasi grade

a. Memiliki fundamental usaha yang kuat.

b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.

c. Memiliki citra yang baik bagi publik.

3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar